Header Ads

Aksi Coret-Mencoret di Fasilitas Umum Menurut Hukum

 

mural jokowi

Beberapa hari terakhir masyarakat indonesia diramaikan dengan aksi coret-mencoret (mural). Coretan tersebut kebanyakan beriskan kritik dan protes tentang kebijakan pemerintah tentang penanganan pandemi, korupsi dan diskriminasi. Hal itu akhirnya memicu pro dan kontra, banyak yang mendukung aksi tersebut sebagai suatu dinamika demokrasi dan politik. Tetapi ada juga yang mengecam aksi tersebut karena merusak keindahan lingkungan.



Kali ini kita tidak akan membahas tentang pro dan kontra tersebut. Kita akan membahas bagaimana sih hukum di Indonesia melihat aksi-aksi tersebut.

Menurut jurnal yang ditulis oleh Sendy Uda dan Pudji Astuti aksi coret mencoret dapat dikategorikan sebagai suatu tindakan vandalisme. Vandalisme adalah suatu perbuatan perusakan atau penghancuran terhadap barang-barang milik pribadi atau barang-barang milik umum. Vandalisme merupakan kasus yang umum terjadi di Indonesia terutama di perkotaan contohnya seperti

  1. kasus di kota Yogyakarta, Polsek Ngampilan mengamankan pelaku aksi vandalisme di Jl. KH Ahmad Dahlan No. 138 B Ngampilan pukul 01.00 dini hari, pelaku di jerat dengan Pasal 489 ayat (1) Kitab Undang – Undang Hukum Pidana yang berbunyi :“Kenakalan terhadap orang atau barang yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian atau kesusahan, diancam dengan pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah.“ Pada 20 Febuari 2018 Pengadilan Negeri Yogyakarta memutuskan terdakwa di kenai  denda sebesar Rp. 250.000,- dan subsider kuruangan 2 (dua) minggu (Toni T. 2018).

2.      Selanjutnya masih di kota Yogyakarta seorang seniman di amankan oleh Satuan Polisi Pamong Praja kota Yogyakarta pada Oktober 2013. Pelaku di amankan karena di anggap melakukan aksi corat – coret tembok yang bertuliskan “JOGJA ORA DIDOL” pelaku di dakwa karena melanggar Pasal 1 ayat (1) angka 2 Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 7 Tahun 2006 Tentang Perubahan Ketentuan Pidana, Juncto Pasal 16 huruf C Peraturan Daerah kota Yogyakrta No. 18 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Kebersihan (Muh. Syaifullah 2013)

3.      Aksi vandalisme terjadi juga kota Jakarta lebih tepatnya terjadi di underpass Tanah Abang Jakarta Pusat yang terjadi baru baru ini. Aksi vandalisme ini terkuak karena aksi vandalisme ini terekam dalam sebuah video dan menjadi  viral di sosial media. Para pelaku ini adalah alumni dari SMPN 72 Jakarta, pelau menuliskan kata “haul SMPN 72” dengan cat semprot dengan tulisan yang besar dan sangat menganggu pemandangan mata. Para pelajar ini dikenakan pasal 489 ayat (1) Kitab Undang – Undang Hukum Pidana. Para pelajar ini hanya dikenakan pelanggaran ringan saja yaitu hanya berupa denda sebesar Rp. 250.000.- hal ini disampaikan oleh Kombes Pol Heru Novianto pada saat konferensi pers di kantor Polsek Metro Tanah Abang pada selasa, 04 Febuari 2020 (Fajri Digit Sholikhawan 2020)

      Seperti contoh kasus yang telah dijelaskan di atas dalam penanangan tindak pidana vandalisme menggunakan pengenaan Pasal yang berbeda-beda salah satunya yaitu menggunakan Pasal 406 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berbunyi :“Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam denretgan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.“

      Tetapi perlu diingat tidak semua aksi coret-mencoret merupakan perbuatan vandalisme. Seperti mural dan grafity yang syarat akan makna dan seni adalah aksi yang tidak melanggar hukum selama aksi tersebut memiliki izin dari pihak yang terkait.

No comments

Powered by Blogger.