Header Ads

Sepak Terjang Sarwo Edhie Wibowo

Sarwo Edhie Wibowo


Profil Jendral Sarwo Edhie Wibowo adalah seorang Letjen yang menjadi tokoh penting TNI dalam penumpasan gerakan September 1965. 

Tekad kuat Letjen Sarwo Edhie dalam menumpas PKI dilatarbelakangi balas dendam atas gugurnya menteri/panglima AD Ahmad Yani dalam peristiwa G 30 S PKI.

Sarwo Edhie merupakan orang kebanggan Ahmad Yani. Mengetahui sang panglima terbunuh membuat Sarwo Edhie murka pada waktu itu. Hal itulah yang melatarbelakangi rasa ingin balas dendam sang jendral kepada Partai Komunis Indonesia.

Letjen Sarwo Edhie merupakan tokoh penting pada masa Orde Baru yang kemudian disingkirkan oleh Presiden Soeharto.

Lahir di Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 25 Juli 1925 dan meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 9 November 1989 pada usia 64 tahun.

Sarwo Edhie memiliki seorang putri yang menjadi ibu negara sekaligus istri presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono yang bernama Kristiani Herrawati atau biasa kita kenal ibu Ani Yudhoyono.

Sedangkan putranya bernama Pramono Edhie Wibowo yang merupakan mantan Kepala Satuan Angkatan Darat (KSAD).

Letjen Sarwo Edhie Wibowo berperan penting dalam penumpasan pemberontakan G 30 S PKI. Sarwo Edhie pada waktu itu menjabat sebagai Panglima RPKAD atau yang kita kenal Kopassus. Selain itu beliau juga menjabat sebagai ketua BP-7 Pusat, Dubes Indonesia untuk Korea, serta Gubernur AKABRI.

Karir

Komandan Batalion di Divisi Dipenegoro (1945-1951)

Komandan Resimen Divisi Dipenegoro (1951-1953)

Wakil Komandan Resimen Akademi Militer Nasional (1959-1961)

Kepala Staf Resimen Pasukan Komando (RPKAD) (1962-1964)

Komando RPKAD (1964-1967)

Perebutan Kantor Pusat RRI

Letjen Sarwo Edhie beserta pasukan, sukses menumpas G 30 S PKI. Keberhasilan tersebut membuat sang jenderal naik pangkat menjadi Komandan RPKAD atau yang biasa kita sebut Kopassus.

Beliau juga pernah mendapatkan tugas untuk merebut kantor radio RRI dari tangan PKI atas perintah presiden Soeharto. Perintah berantai perebutan Kantor Pusat RRI diturunkan berjenjang dari Sarwo Edhie Wibowo ke Mayor C.I.Santoso, Lettu Faisal tanjung dan akhirnya sampai ke prajurit Sintong Panjaitan. Yang akhirnya RRI berhasil diambil alih.

sarwo edhie wibowo PKI
Sarwo Edhie Wibowo saat penumpasan PKI


Menumpas G 30 S PKI

Letjen Sarwo Edhie masih menjabat sebagai komandan RPKAD pada saat peristiwa G 30 S PKI. 

Pada tanggal 1 Oktober 1965, Jendral Ahmad Yani beserta kelima jenderal lainnya diculik dari kediaman mereka dan dibawa menuju ke Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma Jakarta.

Baca juga : Mengenal JaSuKa, Sumber Masalah Indihome & Telkomsel

Pada pagi hari Letjen Sarwo Edhie beserta pasukan melaksanakan kegiatan seperti biasa di markas RPKAD di Cijantung, Jakarta. Kolonel Herman Sarens Sudiro kemudian tiba untuk memberitahukan situasi Jakarta dari markas Kostrad ke Sarwo Edhie.

Sarwo Edhie menerima informasi dari Kolonel Sudiro, Bahwa Mayjen Soeharto yang saat itu menduduki jabatan sebagai Panglima Kostrad diasumsikan akan menjadi pimpinan Angkatan Darat. Setelah mempertimbangkan banyak hal, Sarwo Edhie memerintahkan Mayor Sudiro kembali ke markas asal dengan pesan bahwa ia akan berada di pihak Soeharto.

Setelah Mayor Sudiro meninggalkan Markas RPKAD, Sarwo Edhie juga dikunjungi oleh Brigjen Sabur yang pada saat itu menduduki jabatan sebagai Komandan Cakrabirawa. Brigjen Sabur meminta Letjen Sarwo Edhie bergabung dengan G 30 S PKI. Tetapi hal itu ditolak mentah-mentah oleh sang Jendral dan mengatakan bahwa ia berada di pihak Soeharto.

Kemudian Sarwo Edhie tiba di markas Kostrad pada pukul 11.00. Dia diperintahkan untuk mengambil alih Kantor Pusat RRI dan fasilitas telekomunikasi pada waktu 18.00.

Baca juga : Inilah Spesifikasi Arrowhead 140, Kapal Perang Terbaru Angkatan Laut

Pada pukul 18.00, Sarwo Edhie memberikan perintah kepada pasukannya untuk mengambil alih bangunan-bangunan yang ditunjuk. Pada pukul 18.30 bangunan tersebut berhasil diambil alih tanpa perlawanan di karenakan pihak PKI mundur menuju ke Halim.

Setelah situasi Jakarta yang sudah kondusif, Soeharto mengalihkan perhatiannya ke pangkalan udara Halim yang merupakan basis Angkatan Udara yang mendapat dukungan G 30 S PKI. Soeharto kemudian memerintahkan Letjen Sarwo Edhie untuk merebut pangkalan udara Halim.

Perintah dari Mayjen Soeharto tersebut kemudian dilaksanakan pada pukul 02.00 dini hari. Dan misi akhirnya berjalan dengan sukses pada pukul 06.00 pagi.


No comments

Powered by Blogger.